Wan Jaya
Tiba-tiba, di tengah kabar yang beredar di Timur Tengah, muncul sebuah rencana yang cukup mengejutkan: Donald Trump, yang pernah memimpin Amerika Serikat, kini mengusulkan untuk "membeli dan memiliki" Gaza. Dalam pertemuan dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, pada 4 Februari 2025, Trump mengungkapkan ambisinya untuk mengubah Gaza menjadi "Riviera Timur Tengah". Seolah-olah, di balik keinginan untuk mengubah Gaza menjadi destinasi wisata mewah, terdapat motif-motif yang lebih dalam yang bisa jadi bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga tentang warisan dan strategi politik. Lalu, apakah ini langkah yang bijak? Atau, mungkinkah ada alternatif yang lebih cerdas dan mendalam yang dapat diambil Trump?
Motif di Balik Ambisi Trump
Motivasi Trump dalam mengusulkan penguasaan Gaza tampaknya berakar dari keinginannya untuk meninggalkan sebuah warisan monumental. Setelah sukses dalam dunia bisnis dan politik, Gaza bisa dilihat sebagai kesempatan emas untuk melanjutkan legacy-nya yang khas—menciptakan proyek besar yang bisa dikenang sepanjang sejarah. Mengubah Gaza yang dilanda konflik menjadi sebuah tempat wisata yang menawan mungkin merupakan langkah besar untuk memoles nama Trump dalam sejarah dunia. Namun, di balik impian ini, terdapat pula motif ekonomi yang tak kalah kuat. Untuk Trump, yang dikenal sebagai seorang pengusaha ulung, mengubah Gaza menjadi "Riviera Timur Tengah" bukan hanya soal berbaik hati, tetapi soal meraih keuntungan dari proyek ambisius tersebut.
Strategi yang digunakan Trump dalam mencapainya bisa dianalogikan dengan seorang arsitek yang ingin membangun ulang sebuah kota yang hancur. Ia berencana untuk membersihkan puing-puing konflik dan membangun kembali wilayah tersebut dengan infrastruktur modern. Namun, apakah mungkin ia bisa menyembunyikan sejarah kelam Gaza dengan sentuhan kemewahan yang hanya terlihat di permukaan? Konflik yang telah berlangsung bertahun-tahun dan akar sosial-politik yang mendalam tak akan bisa hilang begitu saja, meski dengan uang dan investasi besar.
Alternatif Bijak: Membangun Wisata Religi Abrahamic
Namun, ada alternatif yang lebih bijak dan mungkin lebih sesuai dengan keahlian Trump dalam membangun proyek besar. Daripada mengambil langkah kontroversial dengan berusaha menguasai Gaza, Trump bisa memperkuat dan melanjutkan inisiatif yang sudah ada, yaitu Abrahamic Accords, serta membangun kawasan wisata religi Abrahamic di Timur Tengah. Ide ini mengusung konsep destinasi yang dapat menghubungkan tiga agama besar di dunia: Yahudi, Kristen, dan Islam, serta mendorong dialog antaragama.
Abrahamic Accords, yang digagas pada 2020, adalah langkah pertama yang monumental dalam mendekatkan negara-negara Arab dengan Israel. Trump bisa melanjutkan dan memperdalam inisiatif ini, dengan menciptakan proyek wisata religi yang memfasilitasi interaksi antarnegara yang lebih harmonis. Dengan menghubungkan tempat-tempat suci bagi ketiga agama ini—Yerusalem untuk Yahudi dan Kristen, Mekah dan Madinah untuk umat Islam—Trump dapat menciptakan kawasan wisata yang tidak hanya memberi keuntungan ekonomi tetapi juga membuka ruang dialog antaragama.
Membangun kawasan wisata religi Abrahamic bisa melibatkan negara-negara yang sudah bergabung dalam Abrahamic Accords seperti Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan, dan Maroko, bersama dengan negara-negara Muslim lainnya yang belum terlibat. Destinasi ini bisa menghubungkan situs-situs suci yang penting, seperti Yerusalem, Mekah, dan Madinah, serta beberapa kota di Mesir, Lebanon, dan Irak yang juga memiliki sejarah religius yang kaya. Tujuannya bukan hanya sekadar mengunjungi tempat-tempat suci, tetapi menciptakan pengalaman bagi wisatawan untuk memahami kesamaan nilai moral dan spiritual antara ketiga agama besar ini.
Pembangunan destinasi seperti ini akan berdampak positif dalam dua hal: pertama, secara ekonomi, karena dapat menarik jutaan wisatawan internasional yang ingin mengenal lebih jauh tentang sejarah dan budaya yang kaya di Timur Tengah. Kedua, secara sosial-politik, wisata religi ini dapat menjadi pemersatu, mengurangi ketegangan yang sering kali timbul antara berbagai negara dan agama. Dengan menciptakan narasi bersama tentang keberagaman dan kebersamaan, wisata religi Abrahamic bisa menjadi proyek yang mengedepankan harmoni, bukan konfrontasi.
Ada beberapa alasan mengapa membangun wisata religi Abrahamic jauh lebih bijak dibandingkan dengan menguasai Gaza:
- Pembangunan Ekonomi yang Berkelanjutan
Wisata religi adalah sektor yang terus berkembang di banyak tempat, termasuk Timur Tengah. Pembangunan kawasan ini akan membuka lapangan pekerjaan, meningkatkan infrastruktur, dan mendorong sektor-sektor lainnya seperti perhotelan, transportasi, dan kuliner. Dengan melibatkan negara-negara yang terlibat dalam Abrahamic Accords, Trump bisa menciptakan proyek yang menguntungkan bagi banyak pihak tanpa menambah ketegangan. - Memupuk Perdamaian dan Toleransi
Membangun kawasan wisata religi yang menghargai keberagaman agama dan budaya dapat mengurangi ketegangan dan mendorong toleransi. Sebagai penggagas Abrahamic Accords, Trump sudah menunjukkan kemampuannya untuk merangkul negara-negara yang memiliki sejarah konflik. Kini, ia bisa melanjutkan inisiatif ini dengan lebih fokus pada pembangunan hubungan antaragama. - Mendukung Diplomasi dan Kerja Sama Internasional
Proyek wisata religi Abrahamic juga membuka peluang untuk meningkatkan diplomasi dan kerjasama internasional. Ini akan menjadi kesempatan bagi negara-negara yang belum terlibat dalam Abrahamic Accords untuk bergabung, menciptakan momentum baru dalam perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah. - Membangun Warisan yang Positif
Alih-alih meninggalkan warisan yang kontroversial dengan rencana menguasai Gaza, Trump bisa meninggalkan jejak yang lebih abadi dalam bentuk proyek yang menyatukan umat manusia, bukan memecah belah. Wisata religi Abrahamic adalah simbol keberagaman, kesatuan, dan rasa hormat antaragama yang bisa bertahan sepanjang masa.
Jadi, Ambisi Trump untuk menguasai Gaza mungkin mencerminkan keinginannya untuk menciptakan warisan besar, tetapi langkah tersebut penuh dengan risiko. Sebagai alternatif, Trump bisa memanfaatkan kesuksesan Abrahamic Accords dengan memperkuat dan melanjutkan inisiatif ini, sambil membangun kawasan wisata religi Abrahamic yang dapat menyatukan tiga agama besar di dunia. Ini adalah langkah yang lebih bijak—dengan memberikan kontribusi terhadap perdamaian, toleransi, dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Sebuah warisan yang tidak hanya menguntungkan Amerika, tetapi juga dunia.
Leave a Comment