Simpang Lima Gumul, L’Arc de Triomphe ala Kediri

Simpang Lima Gumul, monumen yang menjadi ikon kota Kediri, rupanya cukup berhasil menjadi landmark di kota tersebut. Ini sesuai dengan pendapat Kevin Lynch, seorang perencana kota dan penulis Amerika, dalam bukunya The Image of The City, bahwa identitas merupakan bagian dari citra kota. Dan salah satu identifikasi suatu kota adalah melalui landmark atau tengara. Terbukti saat ini, selain menjadi sentra (pusat) ekonomi dan perdagangan baru (Central Business District) di Kabupaten Kediri, Simpang Lima Gumul juga menjadi tujuan wisata karena dilengkapi sarana rekreasi Water Park Gumul Paradise Island, sehingga diharapkan dapat membuat perekonomian Kediri semakin bertambah maju.

Secara arsitektur, Monumen Simpang Lima Gumul berbentuk triumphal arch (pelengkung kemenangan) yang umumnya dibangun membentang di atas jalan. Dalam bentuknya yang paling sederhana triumphal arch berbentuk dua tiang besar yang diatasnya dihubungkan oleh sebuah pelengkung, dimahkotai oleh atap datar atau atap yang dihiasi patung serta seringkali diukir prasasti peringatan suatu perisitiwa bersejarah. Bangunan utama seringkali dihiasi dengan ukiran, patung relief dan prasasti persembahan.

Triumphal arch adalah salah satu bentuk bangunan khas yang diasosiasikan dengan Romawi Kuno karena diduga pertama kali diciptakan oleh bangsa Romawi. Triumphal arch Romawi yang masih tersisa adalah Arch of Titus, Roma, Italy yang dibangun pada 82 M, yang kemudian mengilhami banyak negara dan penguasa paska-Romawi hingga kini. Triumphal arch yang paling terkenal adalah Arc de Triomphe di Paris, Perancis yang dibangun pada 1806 untuk memperi-ngati kejayaan Napoleon.

Istilah monumen sendiri berasal dari kata monere atau monumentum yang berarti mengingat kembali (Susanto, 2012:330). Ini artinya sebuah bangunan atau tempat yang mempunyai nilai sejarah penting dan diciptakan dengan maksud mengabadikan kenangan terhadap seseorang atau peristiwa.

Dibandingkan monumen jenis Triumphal arch di negara lainnya, detil pada Monumen Simpang Lima Gumul tampak paling sederhana. Dia “hanya” menampilkan relief di bagian tiang tanpa menambahkan ornamen atau ukiran lainnya di bagian mahkota. Ini mungkin berkaitan dengan tren minimalis saat bangunan ini mulai dikerjakan atau mungkin juga untuk memperkecil biaya pembangunan. Sebagai gantinya, di sudut bangunan terdapat sebuah arca Ganesha yang cukup besar. Bagi umat hindu, Ganesha adalah Dewa pengetahuan dan kecerdasan, Dewa pelin-dung, Dewa penolak bala/bencana dan Dewa kebijaksanaan. Selain itu, ada sedikit perbedaan dari sisi keruangan, monumen Simpang Lima Gumul memiliki relief pada keempat sisi tampaknya.

Menurut Alfa (2011:11) yang dituangkan dalam tulisan Moch. Wisnu Ajitama, Bahasa Rupa pada Relief Simpang Lima Gumul Kediri (UNY, 2016:6), relief pada Monumen Simpang Lima Gumul Kediri diwujudkan dalam 16 panel. Diantaranya 9 dari 16 relief bercerita tentang kesenian yang terdapat di Kabupaten Kediri. Diantaranya adalah personel jaranan, tiban, wayang (baik wayang kulit maupun wayang orang), campursari, ludruk, qosidah, sebagai wujud dari seni pertunjukan, serta kakawin sebagai wujud dari seni sastra pada zaman kerajaan. Sedangkan 4 dari 16 relief bercerita tentang sejarah Kabupaten Kediri yang dulunya merupakan Kerajaan Kadiri, yaitu kehidupan pada zaman kerajaan Kadiri (yang merupakan cikal bakal dari Kabupaten Kediri) dan pada zaman penjajahan Belanda. Sementara 3 dari 16 relief masih belum teridentifikasi.

Di masa Romawi, Triumphal arch dibangun untuk memperingati kemenangan seorang jenderal atau peristiwa publik penting, seperti berdirinya koloni Romawi yang baru, pembangunan jalan atau jembatan, kematian seorang anggota keluarga kekaisaran Romawi, atau naik takhtanya seorang kaisar baru. Monumen Simpang Lima Gumul Kediri sendiri, menurut Dinas Kebudayaan Kediri (www.kediri.go.id) dibangun untuk memperingati hari jadi Kabupaten Kediri sekaligus pengembangan wisata Kabupaten Kediri.

Dalam lamannya dituliskan monumen ini memiliki luas bangunan 804 meter persegi, ditumpu 3 tangga dengan tinggi 3 meter dari dasar monumen, dan tinggi monument 25 meter di atas permukaan tangga. Proyeksi pengembangan kawasan perdagangan ini secara keseluruhan memiliki luas 37 Ha. Angka luas dan tinggi monumen mencerminkan tanggal, bulan dan tahun hari jadi Kabupaten Kediri, yaitu tanggal 25 Maret 804 Masehi.

Di dalam monumen yang bertinggi 28 m dan terdiri dari 8 lantai ini juga terdapat ruang-ruang yang digunakan untuk pertemuan yaitu, ruang utama dan ruang auditorium yang berada di lantai atas dengan desain atap menyerupai kubah (dome), ruang serba guna berada pada ruang bawah tanah (basement), diorama terdapat pada lantai atas, dan minimarket yang menjual berbagai souvenir berada pada lantai dasar.

Area ini juga memiliki tiga akses jalan bawah tanah untuk menuju Monumen Simpang Lima Gumul Kediri dan wisatawan dapat mencapai anjungan untuk melihat keindahan Kediri dari atas monumen.

Terlepas dari detil yang relatif sederhana dan beberapa sumber lainnya yang menyebutkan bahwa monumen ini didirikan karena terinspirasi dari Jongko Jojoboyo, raja dari Kerajaan Kediri abad ke-12 yang ingin menyatukan lima wilayah di Kabupaten Kediri, Monumen Simpang Lima Gumul yang mulai dibangun pada tahun 2003 dan diresmikan pada tahun 2008, dan digagas oleh Bupati Kediri saat itu, Sutrisno, tampaknya berhasil menjadikan dirinya sebagai penanda baru kemajuan kotanya.


Sumber Foto: https://kedirikab.go.id/