Dec 28, 2023
5 mins read
137views
5 mins read

5 Kebiasaan yang Sebaiknya Dihindari dalam Mendidik Anak

by Averiani


Menjadi orang tua dan mendidik anak merupakan sebuah proses trial and error lengkap dengan risikonya. Mengapa demikian? Karena satu metode pembelajaran tidak dapat disamaratakan pada setiap anak. Metode ini mungkin bisa diterapkan pada pola pengasuhan anak pertama, namun belum tentu berhasil pada anak kedua, demikian juga sebaliknya.

Sebagai contoh, anak pertama, pada usia kurang dari 1 tahun, telah memilih nasi biasa, daripada bubur. Oleh karena itu, orang tua harus siap dengan menu nasi dan lauk yang sesuai dengan anak usia 1 tahun, yang dapat dicerna dengan gigi yang masih belum lengkap. Jika tidak, akan berisiko pada pencernaannya yang masih rentan.

Sedangkan anak kedua, di usia lebih dari 1 tahun, masih belajar mengunyah bubur kasar. Tugas orang tua adalah mendorong dan membantu anak agar siap mengonsumsi nasi. Bisa menggunakan beberapa cara, seperti misalnya dengan sedikit demi sedikit menaikkan kepadatan bubur hingga menjadi nasi. Jika tidak, anak tidak akan terlatih mengunyah, yang akan menyulitkannya di kemudian hari.

Terlepas dari proses trial and error dalam proses pengasuhan, namun ada beberapa hal yang sebaiknya tetap dihindari dalam mendidik anak.

1. Bohong “putih”

Kadang kala orang tua menerapkan bohong “putih” pada anak. Mereka menganggap bohong “putih” sebagai kebohongan untuk tujuan baik anak. Meskipun tujuannya baik, namun orang tua perlu mempertimbangkan akibatnya pada anak. Sering berbohong pada anak dapat menyebabkan nalar anak kurang berkembang dan dapat mem-bingungkan anak. Selain itu, anak dapat meniru apa yang dicontohkan oleh orang tuanya.

Membiasakan diri berkata jujur pada anak-anak akan membuat anak lebih mudah menghadapi situasi sulit di masa depan. Selain itu anak juga akan merasa percaya pada orang tuanya.

Maka, saat anak menangis ketika orang tua berangkat bekerja, cobalah berkata jujur. Mungkin awalnya sulit dan anak masih akan tetap menangis, namun ini lebih baik daripada “mengajarkan” berbohong sedari kecil (meskipun dengan tujuan baik).

2. Menyalahkan benda mati

Seringkali kita mendengar orang tua atau pengasuh menyalahkan lantai saat anak terjatuh sewaktu belajar berjalan. Atau memukul meja saat anak merangkak dan terbentur kepalanya. Tindakan ini mungkin secara spontan dilakukan oleh orang tua atau pengasuh untuk membujuk anak agar berhenti menangis. Namun jika tindakan ini menjadi kebiasaan, akan menjadi bumerang bagi anak itu sendiri. Saat mereka dewasa dan menghadapi suatu masalah yang pelik, alih-alih instropeksi diri, mereka akan cenderung menyalahkan pihak lainnya.

Lantas, bagaimana cara menghadapi saat anak terpeleset dan menangis? Bantu dia berdiri dan besarkan hatinya. Jika anak terluka, berilah perawatan yang tepat dan sampaikan padanya jika jatuh memang sakit, tapi karena dia anak yang kuat, lukanya pasti cepat pulih. Dengan cara seperti ini, lambat laun dia akan memahami konsekuensi dari setiap perbuatannya.

3. Menakut-takuti

Banyak orang tua yang menakut-nakuti anaknya agar si anak menuruti keinginan orang tua atau sekadar mendengarkan perkataan orangtuanya. Namun tindakan ini memiliki dampak yang tidak baik bagi perkembangan anak. Anak akan merasa tidak aman dan nyaman. Dengan menakut-takuti, lama kelamaan akan terekam dalam otaknya. Perasaan takut yang berlebihan ini akan merusak kemampuan berpikir dan berperilaku secara rasional.

Lantas bagaimana cara agar anak bersedia mendengar atau menuruti keinginan orang tua? Bujuk anak dan katakan sesuai realita tanpa melebih-lebihkan. Sebagai contoh, anak menolak ketika diminta sikat gigi sebelum tidur. Ceritakan bahwa giginya akan diserang oleh “tentara kuman” sampai berlubang. Membujuk anak, jauh lebih baik daripada menakut-takutinya.

4. Menuruti keinginan agar berhenti merengek

Banyak orangtua yang merasa malu atau benci ketika anaknya berisik dan merengek di depan umum, sehingga mereka cenderung memberikan apa-apa yang menjadi keinginan anak. Sebaiknya hal ini perlu dihindari. Jika hal ini terus menerus dilakukan akan membawa dampak yang tidak bagus bagi anak itu sendiri. Karena selalu dituruti, dia akan cenderung menjadi pribadi yang keras kepala dan tidak sabaran. Hal ini akan berdampak pula pada kemampuannya bersosialisasi yang cenderung ingin dituruti. Serta ketidakmampuannya mengelola emosi kecewa akan membuatnya mudah stres.

Lantas bagaimana cara menghadapinya? Berikan pengertian pada anak tentang kebutuhan dan keinginan. Coba dengarkan dengan sungguh-sungguh saat mereka menyampaikan keinginannya. Jika Anda memang bersedia membelikannya di kemudian hari, janjikan padanya saat uang sudah terkumpul. Ini akan mengajarkan sisi positif menabung. Jika tidak, alihkan perhatiannya pada hal lain yang menarik perhatiannya. Anak-anak sebenarnya mudah dialihkan perhatiannya dan dibuat lupa, orang tua hanya perlu sedikit kreatif dalam mengalihkan perhatiannya.

Kecuali pada mereka yang sudah terbiasa dituruti, mungkin sedikit lebih sulit. Tetaplah cobalah tetap tegas dan berikan pengertian sebisa mungkin. Toh saat Anda menuruti keinginan anak, perhatian sekitar sudah telanjur tertuju pada Anda dan Anda tetap kehilangan muka, bukan?

5. Tidak mendengarkan anak

Terkadang orang tua terlalu sibuk dalam pekerjaannya atau terlalu cepat mengambil kesimpulan tanpa memberi kesempatan anak menyampaikan pendapatnya. Padahal, mendengarkan adalah salah satu bentuk komunikasi dalam keluarga.

Dengan memberi kesempatan pada anak untuk mengeluarkan pendapat dan mendengarkannya dengan sabar, banyak keuntungan yang didapatkan. Antara lain, menjalin kedekatan emosional antara orang tua dan anak. Dengan mendengarkan, orang tua juga akan lebih mengetahui kondisi anak. Anak juga akan merasa lebih aman dan merasa lebih terlindungi. Terakhir, anak akan merasa lebih percaya pada orang tua sekaligus percaya pada dirinya sendiri.


Averiani adalah nama pena dari Febri. Seorang pecinta dan penggiat arsitektur. Sangat tertarik dengan berbagai macam budaya, parenting, dan keluarga. Pemilik akun averiani/ganjing world.


Foto: Pexels/Pixabay

Averiani