Di pinggir sebuah kota, tinggal seorang seniman pematung yang sangat terkenal di seantero negeri.
Hasil karyanya yang halus, indah, dan penuh penghayatan banyak menghiasi rumah-rumah bangsawan dan orang-orang kaya di negeri itu.
Suatu hari, datang seorang pemuda yang merasa berbakat memohon untuk menjadi muridnya. Karena niat dan semangat si pemuda, dia diperbolehkan belajar padanya. Bahkan, ia juga diizinkan untuk tinggal di rumah si pematung.
Sejak hari itu, si pemuda mulai belajar dengan tekun: mengukur ketepatan bahan adonan semen, membuat rangka, cara menggerakkan jari-jari tangan, mengenali setiap tekstur bahan, dan berbagai kemampuan mematung lainnya.
Setelah belajar sekian lama, si murid merasa tidak puas. Sebab, menurutnya, hasil patungnya belum bisa menyamai keindahan patung gurunya. Ia berpikir dalam hati, “Tidak mungkin! Aku sudah berusaha sekeras ini, mengapa hasil pekerjaanku tidak bisa menyamai guru? Pasti ini karena alat-alat bagus yang dipakainya! Alat-alatku kan alat bekas murid lain, jelas saja tidak bisa menyamai kehebatan alat-alat Guru!”
Ia lalu memohon pada gurunya, “Guru, bolehkah saya meminjam alat-alat yang biasa Guru pakai untuk mematung? Dan sementara itu, saya minta maaf, apakah Guru tidak keberatan memakai alat-alat saya untuk menyelesaikan pekerjaan Guru?”
Sang Guru menjawab dengan tersenyum: "Silakan saja ambil sendiri alat-alat itu, Nak. Kamu boleh memakainya selama yang kamu mau.”
Namun selang beberapa hari, si murid dengan muka lesu mendatangi gurunya. Dengan putus asa ia mengembalikan alat-alat milik Gurunya dan berkata: “Percuma, Guru! Ternyata saya dengan memakai alat-alat Guru pun, hasil karyaku tidak bisa sebaik punya Guru. Padahal, aku sudah bekerja keras, berlatih, dan berusaha dengan tekun sesuai petunjuk Guru. Mengapa hasilnya tidak bisa bagus?”
Setelah berpikir sejenak, murid itu pun berkata: “Mungkin aku tidak berbakat, Guru. Mungkin aku harus berhenti belajar dari Guru….”
Namun sang Guru hanya tertawa terkekeh. Ia berkata: “Nak, nak. Kamu ini….. kamu tahu tidak, kamu baru menjadi murid Guru selama beberapa bulan. Dan kamu tahu tidak? Guru ini sudah belajar dan berlatih membuat patung selama puluhan tahun.
Sebenarnya hingga hari ini pun, Guru masih tetap belajar dan berlatih. Untuk menjadi seorang pematung handal, bukan alat-alat canggih yang kamu perlukan, tetapi adalah talenta, pengalaman, kemauan keras, dan kerendahan hati untuk selalu belajar. Masa kamu langsung menyerah hanya dalam beberapa bulan belajar?”
Setelah mendengar hal ini, sang murid pun menjadi tersadar. Ia segera berlutut di depan Gurunya dan berkata: “Guru, maafkan aku! Aku telah bersalah. Mohon biarkan aku tetap menjadi muridmu, sebab Guru tidak hanya mengajariku teknik mematung, tetapi juga sebuah pelajaran yang sangat berharga tentang kehidupan!”
Dalam menciptakan sebuah maha karya, tidak cukup hanya mengandalkan talenta semata. Diperlukan proses belajar, ketekunan berlatih bertahun-tahun, dan kerendahan hati untuk selalu mau mengembangkan diri. Di balik prestasi yang gemilang, percayalah bahwa ada proses panjang yang ditempuh, yang tidak semudah dan sesederhana perkiraan orang lain.